Setelah lima tahun menanti sejak perilisan album “Monokrom” (2016), musisi asal Indonesia, Tulus, akhirnya merilis album studio keempatnya yang bertajuk “Manusia” pada Maret 2022. Album ini langsung mencuri perhatian publik, bukan hanya karena nama besar Tulus sebagai penyanyi dan penulis lagu, tetapi juga karena kualitas musikalitas yang semakin matang serta pesan-pesan emosional yang kuat. Dalam “Manusia”, Tulus menghadirkan eksplorasi sonik yang lebih luas, dengan tetap menjaga karakter lirik puitis dan jujur yang menjadi ciri khasnya.
Sentuhan Artistik yang Lebih Dalam
“Manusia” bukan sekadar kumpulan lagu, tetapi sebuah narasi musik yang menggambarkan kompleksitas rasa dan pikiran manusia. Album ini terdiri dari 10 lagu, termasuk hit besar seperti “Hati-hati di Jalan”, “Ingkar”, dan “Interaksi”. Masing-masing lagu menghadirkan warna yang berbeda, namun tetap berada dalam satu benang merah: refleksi terhadap kehidupan, cinta, kehilangan, dan penerimaan diri.
Salah satu kekuatan utama dalam album ini adalah lirik yang kaya akan metafora dan nuansa emosional. Tulus mampu meramu kata-kata yang sederhana namun mengena, mengajak pendengarnya untuk merenung dan merasa tanpa harus terjebak dalam drama yang berlebihan. Ini membuat lagu-lagunya terasa universal dan personal di saat yang bersamaan.
Produksi Musik yang Lebih Berani dan Variatif
Jika pada album sebelumnya Tulus banyak bermain di ranah pop-jazz yang lembut dan melankolis, dalam “Manusia”, ia berani melangkah lebih jauh. Aransemen di album ini terdengar lebih kompleks dan modern, dengan kolaborasi bersama produser Ari Renaldi yang kembali bekerja sama dengannya. Ada sentuhan orkestra, elemen elektronik, hingga irama folk yang memperkaya pengalaman mendengarkan.
Sebagai contoh, lagu “Interaksi” dibuka dengan instrumen orkestra yang megah dan mengalir ke dalam melodi yang menyentuh. Sementara itu, “Ingkar” memadukan dentingan piano dengan latar elektronik minimalis yang menciptakan suasana sendu namun elegan. Hal ini menunjukkan bahwa Tulus tidak hanya berkembang dalam hal penulisan lagu, tetapi juga dalam memahami bagaimana musik dapat menyampaikan emosi secara lebih utuh.
“Hati-hati di Jalan”: Sebuah Fenomena
Tak bisa dibantah bahwa lagu “Hati-hati di Jalan” adalah salah satu highlight dari album ini. Lagu ini dengan cepat menjadi anthem baru bagi generasi muda yang sedang mengalami patah hati atau kegagalan cinta. Lirik seperti “Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah” menjadi kutipan populer di media sosial, mencerminkan bagaimana karya ini begitu resonan dengan pengalaman pribadi banyak orang.
Secara musikal, lagu ini sederhana namun efektif. Iringan gitar akustik dan string section yang subtil menciptakan atmosfer melankolis, namun tetap hangat. Di sinilah kekuatan Tulus terasa nyata: menciptakan lagu yang mampu menenangkan hati, sembari menyampaikan kesedihan secara elegan.
Eksplorasi Tema dan Makna
Tulus tidak hanya berbicara soal cinta dalam arti sempit. Dalam lagu “Tujuh Belas”, ia mengajak pendengarnya untuk kembali ke masa muda, mengingat semangat dan ketulusan yang mungkin telah terkikis oleh waktu. Lagu ini penuh optimisme, cocok sebagai pembuka album yang memberikan harapan di tengah refleksi mendalam.
Sementara itu, lagu “Remedi” dan “Diri” menggali lebih jauh ke dalam perenungan diri dan proses pemulihan dari luka batin. Judul “Manusia” sendiri terasa sangat tepat, karena album ini berusaha menangkap esensi dari apa artinya menjadi manusia: makhluk yang penuh kontradiksi, pencarian, dan emosi.
Visual dan Presentasi yang Mendukung
Tidak hanya berhenti di aspek audio, Tulus juga memberikan perhatian pada aspek visual. Sampul album dan video musik dari beberapa lagunya didesain dengan estetika yang selaras dengan tema-tema introspektif yang ia usung. Warna-warna lembut, pencahayaan alami, dan narasi visual yang sederhana namun dalam menjadi pelengkap sempurna dari pengalaman mendengarkan.
Hal ini menunjukkan bahwa “Manusia” bukan hanya sebuah album musik, tetapi juga sebuah karya seni yang menyeluruh. Ada konsistensi dan kesadaran artistik dalam setiap detail, dari pemilihan instrumen hingga cara Tulus menyampaikan ekspresi wajah dalam video klipnya.
Resonansi Budaya dan Sosial
Album “Manusia” hadir di tengah periode di mana banyak orang masih berjuang keluar dari dampak pandemi. Lagu-lagu dengan pesan penyembuhan, penerimaan, dan refleksi diri terasa sangat relevan. Tulus seolah menjadi suara hati banyak orang yang sedang mencoba memahami luka mereka, berdamai dengan masa lalu, dan melangkah dengan lebih tenang.
Melalui pendekatannya yang humanis, Tulus berhasil membuat musik yang tidak hanya indah didengar, tetapi juga bermakna secara emosional dan sosial. Ia tidak perlu berteriak untuk didengar—lagu-lagunya berbisik dengan lembut, namun menembus jauh ke dalam hati.
Kesimpulan: Album yang Layak Dirayakan
Dengan “Manusia”, Tulus sekali lagi membuktikan dirinya sebagai salah satu musisi paling konsisten dan relevan di Indonesia. Album ini adalah bukti bahwa musik pop tidak harus dangkal untuk bisa diterima luas. Sebaliknya, kedalaman emosi, kejujuran lirik, dan kualitas produksi yang matang justru menjadi daya tarik utamanya.
Album ini bukan hanya layak didengar, tetapi juga direnungkan. Sebuah karya yang tidak terburu-buru untuk menyenangkan, tetapi sabar mengajak pendengarnya untuk meresapi. “Manusia” adalah album yang kaya, baik dari segi musikalitas maupun rasa—sebuah pencapaian yang patut diapresiasi dalam perjalanan karier seorang Tulus.
Baca juga : Profil Pamungkas: Perjalanan dari Indie ke Mainstream